Semua
manusia makan dari hasil pertanian, itu sebuah fakta. Meski teknologi industri
berkembang begitu pesatnya, usaha pertanian masih menjadi hal pokok kegiatan
manusia di muka bumi. Terlebih lagi di Indonesia, lebih dari setengah rakyatnya
hidup dan bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian pertanian bukanlah
sekadar suatu usaha ekonomi. Usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri. Oleh
karena itu, kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keberlanjut an
budaya pertanian.
Melindungi
dan memenuhi hak-hak asasi petani
sebagai produsen pertanian merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan
kehidupan manusia itu sendiri. Namun kenyataannya pelanggaran terhadap hak
asasi manusia terhadap petani sangatlah tinggi. Jutaan kaum tani telah tergusur
dari tanah pertaniannya, dan akan semakin tergusur lagi dimasa depan. Baik itu
yang tergusur karena dipaksa dengan cara-cara kekerasan atau dengan cara-cara
yang lunak.
Kita
menyaksikan sendiri betapa banyak pembangunan yang dibiayai oleh lembaga-lembaga
keuangan internasional seperti World Bank (WB) yang mengatasnamak an kemakmuran
rakyat, pada kenyataannya justru menggusur petani dari tanah pertanian dan
kehidupannya. Kita juga menyaksikan perluasan usaha perkebunan dan kehutanan
yang menanam tanaman berorientasi ekspor di negara-negaraselatan telah
menggusur petani tanaman pangan dari tanah leluhurnya. Kita juga menyaksikan
fakta bahwa atas nama perbaikan ekonomi, negara-negara yang mengalami krisis,
di intervensi oleh International Moneter
y Fund (IMF). Negara-negara tersebut
dipaksa menjalankan Structural Adjustment Program (SAP)yaitu suatu program
liberalisasi ekonomi. Atas nama SAP negara-negara yang mengalami krisis eknomi
dipaksa untuk memotong subsidi bagi usaha-usaha pertaniannya. Negara-negara
yang mengalami krisis juga dipaksa untuk membuka impor produksi pertanian dan
memotong pajak impor pertanian. Kemudian negaranegara yang mengalami krisis
tersebut juga dipaksa untuk melakukan privatisasi terhadap badan-badan usaha
yang dimiliki negara, termasuk perusahaanperusahaan negara yang mendukung usaha
pertanian. Belum lagi pelanggaran hak asasi kaum tani yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan
liberalisasi.
Perdagangan
internasional. Hal ituditandai dengan lahirn ya
World Trade Organization (WTO)sebagai lembaga perdagangan yang mempunyai
hak penuh dalam mengatur perdagangan di dunia ini. W TO secara langsung
melindungi praktek-praktek dumping dan subsidi-subsidi eksport pertanian di
negara-negara Eropa, dan Amerik a, ser t a praktek-praktek perdagangan
pertanian yang tidak fair lainn ya. Pembangunan industri, dan
fasilitas-fasilitas pariwisata dan perumahan mewah telah menggusur perkampungan
dan areal pertanian petani.
Tindakantindakan penggusuran
tersebut umumnya dilakukan atas nama pembangunan ekonomi untuk kemakmuran
rakyat, walau kenyataannya justru yang terjadi adalah menyengsarakan
rakyat.Jutaan plasma nuftah milik petani dan masyarakat adat saat ini hilang
akibat dari gerakan revolusi hijau yang dijalankan oleh pemerintah-pemerintah di
negaranegara berkembang dan perusahaan-perusahaan transnational. Dewasa ini
kaum tani telah kehilangan keanekaragamanan hayati akibat daripenggunaan
pestisida, pupuk kimia, serta bibit-bibit hasil rekayasa genetika buatan
perushaan-perusahaan transnational.
Akibat
dari pelanggaran Hak-hak asasi petani tersebut, kini ratusan juta kaum tani
hidup dalam keadaan kelaparan dan kekurangan gizi. Kelaparan dan kekurangan
gizi tersebut bukanlah karena di dunia ini kekurangan jumlah bahan makanan,
penyebabnya adalah sumber-sumber makanan tersebut dikuasai oleh Trans National
Corporation (TNC).T ekanan-tekanan dari luar tersebut diperparah dengan sikap
aparat pemerintah, militer dan polisiyang mendukung langkah-langkah perusahaan
besar dilapangan. Aparat seringkali berhadapan langsung dengan petani demi
melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan perkebunan dan kehutanan. Berbagai
pelanggaran hak asasi manusia terjadi dilapangan karena petani harus berhadapan
dengan kekuatan bersenjata.Dalam menghadapi pelanggaranhak-hak Asasi P etani
tersebut, kaum tani di seluruh dunia telah berusaha sejak dari dulu hingg a sek
arang untuk memperjuangkan nasibnya. Sebagai organisasi petani, Federasi
Serikat P etani Indoensia (FSPI) mencoba merumuskan hak-hak asasi petani.
Hasilnya dibawa kedalam Konferensi Regional Asia T enggara dan Asia
Timur
untuk Hak Asasi P etani yang diselenggarakan oleh La Via Campesina pada tanggal
1-5 April 2002 di Jakarta. Konferensi yang dihadiri oleh organisasi petani dari
berbagai negara tersebut berhasil melahirkan Deklarasi Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Asasi Petani. Selanjutnya deklarasi ini akan diperjuangkan di Perserikatan
Bangsa-bangsa untuk menjadi kovenan internasional.Buku ini memuat naskah Deklarasi P emenuhan dan Perlindungan Hak
Asasi Petani.
Sumber
: FSPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
'' TERIMA KASIH ATAS KOMENTAR ANDA''
''Tassilalo Ta'rapiki T'awwa, Sipakainga Lino Lattu Akhira''