Kisah, Anak Petani Menjadi Sarjana
Lahir dari keluarga petani dan dibesarkan dari didikan
sang petani membuat saya selalu berbaur
dengan proses kehidupan petani, orang tua bertani dan beternak membuat masa
kecil saya setiap hari juga bertugas mengambil pakan ternak,
Orang tua yang dulunya hanya mampu mendirikan rumah
bamboo, uang jajan kadang tidak ada ketika ke sekolah dan sendal jepit yang
kami gunakan kadang ketika putus, di sambung kembali.
Masa – masa itu tetap kami lalui berlima, dua kakak dan
dua adik, saya sebagai anak ke tiga, anak yang sering di juluki boboho, karena
mata sedikit sipit jadi selalu di juluki boboho.
Masa – masa kecil kami lalui bersama dalam proses
pertumbuhan fisik namun dalam proses pendidikan saya satu – satunya anak yang
mampu melalui pendidikan formal sampai Pascasarjana.
Berjalan kaki setiap hari ke sekolah lebih dari 10 km
adalah perjuangan di masa sekolah. Dari kabupaten Gowa ke kabupaten Sinjai Desa
Kanreapia – balang – balang.
Lingkungan tempat tinggal saya merupakan lingkungan yang
tertinggal dari tingkat pendidikan, sehingga saya harus mampu memotivasi diri
untuk tetap berjuang menjadi seorang yang berpendidikan formal
Di tingkat Kecamatan kampung saya merupakan daerah paling
tertinggal dari pendidikan tetapi paling tinggi dari tingkat pendapatan, karena
mudahnya mendapatkan uang, petani lebih cenderung menikahkan anaknya ketimbang
menyekolahkannya, pernikahan dini, kawin lari, perjudian dan miras itulah
potret kampungku.
Hal inilah yang ingin saya buktikan bahwa pemuda di
kampungku juga bisa menjadi seorang sarjana bukan hal – hal negative saja yang
bisa kami lakukan tetapi berkarya untuk bangsa juga bisa kami lakukan, sehingga
LSM Pertama yang lahir disini adalah LSM yang coba saya rintis. Rumah baca,
Iqra Diniyah, Toko Tani Organik, Agrowisata dan Seputar Petani news adalah hal
pertama yang tercipta di kampung ini.
Lahir dari keluarga petani dan lingkungan yang tidak
mendukung membuat saya harus berjalan sendiri dan tetap optimis mencapai
impian. Hingga akhirnya memasuki masa kuliah menjadi seorang Mahasiswa, di UIN
Alauddin Makassar.
Orang tua yang tidak berpengalaman mengenai kos di
Makassar, membuat saya tertipu, dan akhirnya numpang di kos orang yang tidak
saya kenal, makan tidak teratur dan kadang tidur di luar di teras jika
kebetulan terlambat pulang karena mengikuti kegiatan seminar. Dan pemilik kamar
sudah tidur.
Sempat di Tanya oleh pemilik kos bahwa kok saya numpang
lama dengan nada Numpang KOK lama.
Tinggal di kos orang lain memaksa saya tetap bertahan hidup
walau kadang makan dengan nasi plus Garam. Dan sesekali menerima kiriman
sayuran dari orang tua, teman – teman yang sempat melihat tak kuasa dan
menitihkan air mata.
Masa kuliah pun sempat berhenti karena rasa minder berada
di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di mana teman – teman satu kelas ketika
libur panjang mereka kursus bahasa Inggris di Kediri Jawa Timur dan saya
kembali ke kampung karena persoalan biaya.
Ketertinggalan itu pun terlihat dan saya merasa tidak
mampu bertahan akhirnya keputusan yang salah saya ambil pada waktu itu,
berhenti selama satu tahun, namun semangat belajar saya tidak pernah putus,
saya tetap rajin baca buku dan belajar sendiri.
Masa – masa berhenti kuliahpun saya manfaatkan untuk
mengumpulkan dana sebanyak – banyaknya dengan menjual kayu bakar, setiap hari
saya ke lokasi orang tua untuk mengumpulkan kayu bakar, pagi berangkat malam
pulang dengan peralatan kapak dan parang, saya kumpulkan kayu bakar setiap hari
dan saya kumpulkan hingga akhirnya mampu membeli satu sepeda motor bekas dan
biaya pindah kuliah pindah perguruan tinggi ke Universitas 45 Makassar (Univ.
Bosowa Skrg). Dan selesai pada tahun 2011
Masa – masa S 1 pun terlewati, dan akhirnya dengan
keingin yang kuat serta keberanian, saya mendaftarkan diri untuk melanjutkan
pendidikan di Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan modal
nekat bukan beasiswa tetapi harapan orang tua masih mampu membiayai kuliah
saya.
Memasuki Pascasarjana tahun 2011, biaya semester, dan
buku terbilang tinggi buat saya, teman – teman kebanyakan memakai mobil baik
perempuan maupun laki –laki, saya tetap santai dengan motor hasil kayu bakar,
hasil kumpulan ranting – ranting kayu yang akhirnya menjadi seikat kayu bakar.
Memasuki semester 3 akhirnya saya mengambil satu langkah
lagi yang menjadi tantangan hidup baru
buat saya yakni menikah sebelum selesai kuliah dan tidak mempunyai pekerjaan.
Istri juga berstatus sebagai mahasiswi artinya kami
berdua belum selesai dan belum mempunyai pekerjaan.
Uang Kuliah dan biaya keluargapun sudah terlepas dari
orang tua dan saya sendiri yang harus berusaha dan ini adalah tantangan baru,
sehingga pada waktu itu saya mencoba membuka usaha dengan membuka Toko yakni Jual
Sayuran dan Buah hasil pertanian yang ada di kampung.
Kuliah sambil jual sayuran, adalah aktifitas baru dalam
keluarga saya, menjual di toko dan pasar – pasar di sekitar Makassar dan ada
yang sampai ke luar pulau selawesi.
Dari proses tersebut akhirnya kamipun selesai kuliah dan
sempat mengajar di Perguruan tinggi dan sekolah MTs yang ada di Makassar dan
akhirnya memutuskan untuk meninggalkan itu semua dan kembali ke kampung bertani
bersama orang tua. Jasa pertanian dan orang tua
dalam hidup saya begitu besar sehingga membuat saya berkomitmen untuk
mengembangkan hal tersebut
Orang Tua yang kini sudah tidak muda lagi, masih tetap
bertahan dalam aktifitasnya lamanya sejak saya kecil sampai saya mempunyai
keluarga sendiri, sosok orang tua yang sederhana tetapi tegas dan selalu
memberikan kebebasan kepada anak – anaknya mengenai pilihan apa yang akan
dipilihnya.
Setiap kegiatan yang saya lakukan mereka selalu merespon
dan mereka justru bahagia karena beberapa tahun terpisah jarak karena kesibukan
kuliah akhirnya bisa kembali dan bersama mereka.
Rasa bangga itu karena kebanyakan sarjana – sarjana jika
sudah selesai mereka justru sibuk dan meninggalkan orang tua mereka karena
kesibukan dan tugas pekerjaan, sedangkan saya justru berbeda, selesai wisuda
saya kembali ke kampung dan ikut dalam pertanian mereka.
Tujuan kembali kekampung adalah saya ingin mengabdikan
diri mengembangkan potensi daerah dan saya ingin melakukan apa yang bisa saya
lakukan untuk meningkatkan taraf peningkatan yg lebih baik di kampung tanah
kelahiranku yakni membangun Indonesia dari pinggiran, dari Desa untuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
'' TERIMA KASIH ATAS KOMENTAR ANDA''
''Tassilalo Ta'rapiki T'awwa, Sipakainga Lino Lattu Akhira''