Senin, 07 Desember 2015

Perjalanan Anak Petani Menjadi Sarjana



Kisah, Anak Petani Menjadi Sarjana


Lahir dari keluarga petani dan dibesarkan dari didikan sang petani  membuat saya selalu berbaur dengan proses kehidupan petani, orang tua bertani dan beternak membuat masa kecil saya setiap hari juga bertugas mengambil pakan ternak,
Orang tua yang dulunya hanya mampu mendirikan rumah bamboo, uang jajan kadang tidak ada ketika ke sekolah dan sendal jepit yang kami gunakan kadang ketika putus, di sambung kembali.

Masa – masa itu tetap kami lalui berlima, dua kakak dan dua adik, saya sebagai anak ke tiga, anak yang sering di juluki boboho, karena mata sedikit sipit jadi selalu di juluki boboho.
Masa – masa kecil kami lalui bersama dalam proses pertumbuhan fisik namun dalam proses pendidikan saya satu – satunya anak yang mampu melalui pendidikan formal sampai Pascasarjana.
Berjalan kaki setiap hari ke sekolah lebih dari 10 km adalah perjuangan di masa sekolah. Dari kabupaten Gowa ke kabupaten Sinjai Desa Kanreapia – balang – balang.
Lingkungan tempat tinggal saya merupakan lingkungan yang tertinggal dari tingkat pendidikan, sehingga saya harus mampu memotivasi diri untuk tetap berjuang menjadi seorang yang berpendidikan formal
Di tingkat Kecamatan kampung saya merupakan daerah paling tertinggal dari pendidikan tetapi paling tinggi dari tingkat pendapatan, karena mudahnya mendapatkan uang, petani lebih cenderung menikahkan anaknya ketimbang menyekolahkannya, pernikahan dini, kawin lari, perjudian dan miras itulah potret kampungku.
Hal inilah yang ingin saya buktikan bahwa pemuda di kampungku juga bisa menjadi seorang sarjana bukan hal – hal negative saja yang bisa kami lakukan tetapi berkarya untuk bangsa juga bisa kami lakukan, sehingga LSM Pertama yang lahir disini adalah LSM yang coba saya rintis. Rumah baca, Iqra Diniyah, Toko Tani Organik, Agrowisata dan Seputar Petani news adalah hal pertama yang tercipta di kampung ini.
Lahir dari keluarga petani dan lingkungan yang tidak mendukung membuat saya harus berjalan sendiri dan tetap optimis mencapai impian. Hingga akhirnya memasuki masa kuliah menjadi seorang Mahasiswa, di UIN Alauddin Makassar.
Orang tua yang tidak berpengalaman mengenai kos di Makassar, membuat saya tertipu, dan akhirnya numpang di kos orang yang tidak saya kenal, makan tidak teratur dan kadang tidur di luar di teras jika kebetulan terlambat pulang karena mengikuti kegiatan seminar. Dan pemilik kamar sudah tidur.
Sempat di Tanya oleh pemilik kos bahwa kok saya numpang lama dengan nada Numpang KOK lama.
Tinggal di kos orang lain memaksa saya tetap bertahan hidup walau kadang makan dengan nasi plus Garam. Dan sesekali menerima kiriman sayuran dari orang tua, teman – teman yang sempat melihat tak kuasa dan menitihkan air mata.
Masa kuliah pun sempat berhenti karena rasa minder berada di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di mana teman – teman satu kelas ketika libur panjang mereka kursus bahasa Inggris di Kediri Jawa Timur dan saya kembali ke kampung karena persoalan biaya.
Ketertinggalan itu pun terlihat dan saya merasa tidak mampu bertahan akhirnya keputusan yang salah saya ambil pada waktu itu, berhenti selama satu tahun, namun semangat belajar saya tidak pernah putus, saya tetap rajin baca buku dan belajar sendiri.
Masa – masa berhenti kuliahpun saya manfaatkan untuk mengumpulkan dana sebanyak – banyaknya dengan menjual kayu bakar, setiap hari saya ke lokasi orang tua untuk mengumpulkan kayu bakar, pagi berangkat malam pulang dengan peralatan kapak dan parang, saya kumpulkan kayu bakar setiap hari dan saya kumpulkan hingga akhirnya mampu membeli satu sepeda motor bekas dan biaya pindah kuliah pindah perguruan tinggi ke Universitas 45 Makassar (Univ. Bosowa Skrg). Dan selesai pada tahun 2011
Masa – masa S 1 pun terlewati, dan akhirnya dengan keingin yang kuat serta keberanian, saya mendaftarkan diri untuk melanjutkan pendidikan di Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan modal nekat bukan beasiswa tetapi harapan orang tua masih mampu membiayai kuliah saya.
Memasuki Pascasarjana tahun 2011, biaya semester, dan buku terbilang tinggi buat saya, teman – teman kebanyakan memakai mobil baik perempuan maupun laki –laki, saya tetap santai dengan motor hasil kayu bakar, hasil kumpulan ranting – ranting kayu yang akhirnya menjadi seikat kayu bakar.
Memasuki semester 3 akhirnya saya mengambil satu langkah lagi yang menjadi  tantangan hidup baru buat saya yakni menikah sebelum selesai kuliah dan tidak mempunyai pekerjaan.
Istri juga berstatus sebagai mahasiswi artinya kami berdua belum selesai dan belum mempunyai pekerjaan.
Uang Kuliah dan biaya keluargapun sudah terlepas dari orang tua dan saya sendiri yang harus berusaha dan ini adalah tantangan baru, sehingga pada waktu itu saya mencoba membuka usaha dengan membuka Toko yakni Jual Sayuran dan Buah hasil pertanian yang ada di kampung.
Kuliah sambil jual sayuran, adalah aktifitas baru dalam keluarga saya, menjual di toko dan pasar – pasar di sekitar Makassar dan ada yang sampai ke luar pulau selawesi.
Dari proses tersebut akhirnya kamipun selesai kuliah dan sempat mengajar di Perguruan tinggi dan sekolah MTs yang ada di Makassar dan akhirnya memutuskan untuk meninggalkan itu semua dan kembali ke kampung bertani bersama orang tua. Jasa pertanian dan orang tua  dalam hidup saya begitu besar sehingga membuat saya berkomitmen untuk mengembangkan hal tersebut
Orang Tua yang kini sudah tidak muda lagi, masih tetap bertahan dalam aktifitasnya lamanya sejak saya kecil sampai saya mempunyai keluarga sendiri, sosok orang tua yang sederhana tetapi tegas dan selalu memberikan kebebasan kepada anak – anaknya mengenai pilihan apa yang akan dipilihnya.
Setiap kegiatan yang saya lakukan mereka selalu merespon dan mereka justru bahagia karena beberapa tahun terpisah jarak karena kesibukan kuliah akhirnya bisa kembali dan bersama mereka.
Rasa bangga itu karena kebanyakan sarjana – sarjana jika sudah selesai mereka justru sibuk dan meninggalkan orang tua mereka karena kesibukan dan tugas pekerjaan, sedangkan saya justru berbeda, selesai wisuda saya kembali ke kampung dan ikut dalam pertanian mereka.
Tujuan kembali kekampung adalah saya ingin mengabdikan diri mengembangkan potensi daerah dan saya ingin melakukan apa yang bisa saya lakukan untuk meningkatkan taraf peningkatan yg lebih baik di kampung tanah kelahiranku yakni membangun Indonesia dari pinggiran, dari Desa untuk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

'' TERIMA KASIH ATAS KOMENTAR ANDA''

''Tassilalo Ta'rapiki T'awwa, Sipakainga Lino Lattu Akhira''