Selasa, 20 November 2012

"Ajari aku......."


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 aku telah menabur benih cinta di ladang yang salah ...
sehingga benih cinta itu mati

aku telah menabur benih cinta di waktu yang salah ...
benih cinta itu mati kembali ...

aku telah menabur benih cinta ini dengan cara yang salah ...
dan benih cinta itu tidak tumbuh sama sekali

Tuhan, ajari aku,
untuk tahu dimana aku harus menabur benih cinta ini
untuk tahu kapan aku harus menabur benih cinta ini ...
untuk tahu bagaimana seharusnya aku menabur benih cinta ini ..
karena kadang,
aku melihat ladang, tapi tidak tahu kondisi ladang itu
aku melihat waktu, tapi kadang aku salah saat...
aku diberi tahu caranya ... tapi kadang tidak cocok ..

aku tidak mau lagi salah menabur ....

Tuhan, setelah menabur dengan benar ...
ajari aku untuk merawat benih cinta ini
sampai bertumbuh dan berbuah...

ajari aku untuk bagaimana menyiram benih ini dengan air kesabaran

ajari aku untuk kapan aku harus memberi pupuk kasih sayang

ajari aku untuk bagaimana menyemprot hama kecemburuan

ajari aku untuk bagaimana tahan terhadap goncangan badai yang datang

ajari aku untuk memotong tumbuhan-tumbuhan yang liar dengan pisau
pengertian

ajari aku Tuhan...

aku mau melihat benih cinta itu tumbuh dan berbuah.

aku mau itu Tuhan ...
ajari aku...

sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ). 
Kemampuan berfikir dianggap sebagai primadona. 
Potensi diri yang lain dimarginalkan. Pola pikir dan cara pandang yang demikian telah melahirkan manusia terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap., perilaku dan pola hidup sangat kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak orang yang cerdas secara akademik tetapi gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Mereka memiliki kepribadian yang terbelah (split personality). Di mana tidak terjadi integrasi antara otak dan hati. Kondisi tersebut pada gilirannya menimbulkan krisis multi dimensi yang sangat memprihatinkan.
Fenomena tersebut telah menyadarkan para pakar bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). 
Tentunya ada yang salah dalam pola pembangunan SDM selama ini, yakni terlalu mengedepankan IQ, dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh karena itu kondisi demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus diterapkan secara seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama kepada IQ, EQ dan SQ.