Satuan
Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah
dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan
Daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah /Kota.
·
Di Daerah Provinsi, Satuan
Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah
·
Di Daerah /Kota, Satuan
Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Pamong
Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong artinya pengasuh
yang berasal dari kata Among yang juga mempunyai arti sendiri yaitu
mengasuh. Mengasuh anak kecil misalnya itu biasanya dinamakan mengemong anak
kecil, sedangkan Praja adalah pegawai negeri. Pangreh Praja atau Pegawai
Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai
Negeri yang mengurus pemerintahan Negara.
Definisi
lain Polisi adalah Badan Pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum
atau pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan.Berdasarkan definisi-definisi
yang tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja adalah Polisi
yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di wilayah kerjanya.
Menurut
Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan
Polisi Pamong Praja disebutkan “Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah
Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan
menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah
dan Keputusan Kepala Daerah”.
Keberadaan
Polisi Pamong Praja dimulai pada era Kolonial sejak VOC menduduki Batavia di
bawah pimpinan Walikota Jenderal Pieter Both, bahwa kebutuhan memelihara
ketentraman dan ketertiban penduduk sangat diperlukan karena pada waktu itu
Kota Batavia sedang mendapat serangan secara sporadis baik dari penduduk lokal
maupun tentara Inggris sehingga terjadi peningkatan terhadap gangguan
ketenteraman dan keamanan. Untuk menyikapi hal tersebut maka dibentuklah
BAILLUW, semacam Polisi yang merangkap Jaksa dan Hakim yang bertugas menangani
perselisihan hukum yang terjadi antara VOC dengan warga serta menjaga
ketertiban dan ketenteraman warga. Kemudian pada masa kepemimpinan Raaffles,
dikembangkanlah Bailluw dengan dibentuk Satuan lainnya yang disebut Besturrs
Politie atau Polisi Pamong Praja yang bertugas membantu Pemerintah di Tingkat
Kawedanan yang bertugas menjaga ketertiban dan ketenteraman serta keamanan
warga. Menjelang akhir era Kolonial khususnya pada masa pendudukan Jepang
Organisasi polisi Pamong Praja mengalami perubahan besar dan dalam prakteknya
menjadi tidak jelas, dimana secara struktural Satuan Kepolisian dan peran dan
fungsinya bercampur baur dengan Kemiliteran.
Meskipun
keberadaan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat telah beberapa
kali mengalami perubahan baik struktur organisasi maupun Nomenklatur, yang
kemungkinan dikemudian hari masih berpeluang untuk berubah, namun secara
substansi tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat
tidak mengalami perubahan yang berarti. “Keberadaan Polisi Pamong Praja dalam
jajaran Pemerintah Daerah mempunyai arti khusus yang cukup strategis, karena
tugas-tugasnya membantu Kepala Daerah dalam pembinaan ketentraman dan
ketertiban serta penegakan Peraturan Daerah sehinga dapat berdampak pada upaya
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”.
Mengenai
pengertian Polisi Pamong Praja mengalami perbedaan atau perubahan antara
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Pengertian
Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah perangkat
wilayah yang bertugas membantu kepala wilayah dalam menyelenggarakan pemerintah
umum khususnya dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajiban di bidang
ketentraman dan ketertiban masyarakat (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah).
Pengertian
Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah adalah perangkat daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam
rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan
Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah). Bila melihat pengertian Polisi Pamong Praja tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan Polisi Pamong Praja menurut
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah :
1. Polisi
Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah sebagai aparat
daerah yang bertanggung jawab kepada kepala wilayah artinya aparat pemerintah pusat
yang dipekerjakan di daerah, (Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah). Sedangkan Polisi Pamong Praja menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah sebagai aparat daerah yang bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah ).
2. Ruang
lingkup tugas kerja Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 hanya membantu Kepala wilayah di bidang ketentraman dan ketertiban
masyarakat, (Undang-Undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah). Sedangkan ruang lingkup tugas Polisi Pamong Praja menurut
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 diperluas selain menyelenggarakan pembinaan
ketentraman dan ketertiban umum juga ketenteraman masyarakat dalam penegakan
Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah).
Untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat maka dalam melaksanakan tugasnya Polisi Pamong
Praja melakukan berbagai cara seperti memberikan penyuluhan, kegiatan patroli
dan penertiban terhadap pelanggaran Peraturan Daerah, keputusan kepala daerah
yang didahului dengan langkah-langkah peringatan baik lisan maupun tertulis. Lingkup
fungsi dan tugas Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban
umum pada dasarnya cukup luas, sehingga dituntut kesiapan aparat baik jumlah
anggota, kualitas personil termasuk kejujuran dalam melaksanakan tugastugasnya.
Polisi
Pamong Praja sebagai lembaga dalam pemerintahan sipil harus tampil sebagai pamong masyarakat
yang mampu menggalang dan dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat
dalam menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban sehingga dapat
menciptakan iklim yang lebih kondusif di daerah. Penampilan Polisi Pamong Praja
dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban harus berbeda dengan aparat
kepolisian (Polisi Negara), karena kinerja Polisi Pamong Praja akan bertumpu
pada kegiatan yang lebih bersifat penyuluhan dan pengurusan, bukan lagi berupa
kegiatan yang mengarah pada pemberian sanksi atau pidana.
Dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan mutlak
diperlukan adanya suatu kondisi ketentraman dan ketertiban yang mantap. Dalam hal ini
urusan pembinaan ketentraman dan ketertiban daerah, Walikota atau Bupati dalam
tugasnya dibantu oleh yang namanya Polisi Pamong Praja (Undang-undang No. 32
Pasal 148 ayat 1 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).