Beberapa
hari menghilang tanpa jejak dari dunia Blog rasanya rindu dengan sahabat –
sahabat blogger, Maaf sahabat – sahabat blogger saya tidak pamit. Gambaran dari
menghilang tersebut karena saya tidak ingin Golput, demi mengikuti kegiatan pemilihan pilgub Sul – sel, rasa tidak
ingin Golput tersebut akhirnya kembali kekampung halaman Desa Kanreapia
dimana surat panggilan berada di salah satu TPS Desa Tersebut. Mengingat satu
suara sangatlah berarti dalam menentukan pemenan dari pesta Demokrasi dan dari
pandangan itu pula mudah – mudahan sul – sel kedepan lebih banyak kesadaran
dari masyarakat untuk tidak golput, karena
hasil dari survey pasca pemilihan
Gubernur maka Sulawesi Selatan masih terbilang tinggi tingkat golputnya.
Sosialisasi
KPU
mengenai Golput ini sudah jauh hari dilakukan, dengan menyampaikan bahwa golput
bukan solusi untuk tidak memilih pemimpin yang berkualitas. Sehingga melalui
moment pemilihan Gubernur ini akhirnya diri ini berfikir bahwa harus memulai
dari diri sendiri untuk tidak golput, sebelum mengingatkan kepada orang lain
maka sebaiknya harus memulai dari diri sendiri. Akhirnya senin siang berangkat
dengan mengendarai Honda beat, dengan
tujuan menuju Malino.
Terhitung 2 jam perjalanan akhirnya saya sampailah di kampung di Malino,
istilah malino dikenal secara luas oleh masyarakat Makassar, istilah ini mengcakup keseluruhan daerah atau desa dan kecamatan yang ada di
tiga kecamatan (
Tombolo Pao, Tinggi Moncong dan Parigi ). Ini susah
dipahami sebelum dijelaskan lebih lanjut, begini penjelasannya “ kami yang
berasal dari Desa Lain Contoh, saya yang berasal dari Desa Kanreapia, ketika
berada di Makassar dan ketemu dengan teman – teman yang berasal dari daerah
lain, biasanya jawaban asal daerah kami adalah dari Kab. Gowa atau dari
Malino’’. Padahal sebenarnya asal desa kami dilewati Malino, kecamatannya pun sudah berbeda dengan Malino.
Malino adalah salah satu kelurahan yang berada
di Kecamatan Tinggi Moncong sedangkan Kanreapia adalah salah satu
Desa yaang berada di Kecamatan Tombolo
Pao, begitu pula dengan Kec. Parigi, Mahasiswa yang berasal dari
kecamatan ini menjawab dan mengakui dari Malino jika di tanya oleh kawan –
kawannya yang berasal dari daerah lain. Ini sudah jelas berbeda dan berjauhan, tetapi faktanya Malino
mampu mengcakup keseluruhan daerah ini, mampu menjadikan tiga kecamatan ini
sebagai asal daerah para perantau. Malino memang Indah dan penuh pesona di
tambah dengan Pengenalannya mampu mengambil alih tiga kecamatan.
Kembali
ke jejak yang menghilang tanpa jejak tersebut, akhirnya sampailah saya di
kampung halaman, tertulis dengan jelas di perbatasan Kecamatan. Selamat datang
di Kecamatan Tombolo
Pao,
batas kecamatan ini dihubungkan dengan satu jembatan karena adanya sungai Tanggara. Sungai ini menghubungkan dua kecamatan yang
ada di Kab. Gowa. Sesampainya dijembatan ini Tubuh langsung terasa menggigil
dan bukan Desa Kanreapia namanya jika sampai di
desa ini dan tubuh tidak menggigil, karena Desa ini memang terkenal dengan
daerah yang sangat dingin. Setelah melewati jembatan Tanggara, terlihatlah
pemandangan bawang perei dan beberapa sayuran lain yang tumbuh di desa ini. Pemandangan
dan orang – orang atau masyarakat yang kebetulan berdiri di pinggir jalan
melihat dan mencoba mengenali, mereka tersenyum manis menandakan bahwa mereka
mengenali saya, itu karena kebetulan sudah beberapa bulan saya tidak pulang
kampung, sehingga mereka harus lebih teliti sebelum tersenyum kepada seseorang.
Jarak
20 meter terlihatlah rumah warna hijau, rumah ini membuat diri ini tersenyum
manis dan mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil Alamin, karena akhirnya
sampai juga dirumah. Sampai dirumah langsung di sambut oleh ibu tercinta yang
lama di rindukan dalam perantauan, kata – kata pertama yang keluar dari mulut ibunda tercinta adalah
‘’Mallina Nampa nu Rieng
Asseng’’. Arti dalam bahasa Indonesianya adalah ‘’Kenapa lama sekali baru pulang kampung lagi’’.
Diri ini hanya tersenyum kepada ibunda tercinta dan akhirnya kamipun sama –
sama melangkah menuju pintu rumah, selang 5 menit ibunda sudah menghampiri
kembali dengan membawa segelas Susu, inilah yang membuat diri ini selalu
merindukan ibunda karena perhatiannya kepada anaknya.
Mudah
– mudahan diri ini mampu membalas semua jasa – jasa ibunda, Amin. Tak lama
kemudian akhirnya ada panggilan dari Bapak Kepala Dusun Bonto lebang untuk Ke
rumahnya, tujuannya adalah untuk menandatangani salah satu syarat menjadi salah
satu bagian dari Panitia TPS atau menjadi KPPS pemilihan Gubernur Sulawesi –
selatan. Ini menjadi salah satu kejutan karena di percayakan menjadi ketua KPPS di TPS II
( dua ) Kanreapia. Jabatan ini mungkin sebagian orang menganggap kecil tetapi
bagi saya ini sangatlah besar karena tanggung jawabnya cukup besar, kenapa bisa
menjadi urgen karena menyangkut pemimpin no satunya Sulawesi
– selatan. Skala TPS mampu mengcakup satu provinsi, inilah yang membuatnya
penuh tanggung jawab, dari tiap – tiap TPS-lah yang menentukan sukses dan
berjalannya pesta demokrasi Sulawesi – Selatan. Di tiap TPS – TPS-lah suara
rakyat di kumpulkan dan di TPS – TPS-lah rakyak bisa menyuarakan pilihannya.
Hari
Selasa Pagi tepatnya hari Pemilihan Gubernur Sulawesi – Selatan, tanggal 22
Januari 2013, pukul 07 – 00 Wita dengan bertindak sebagai ketua KPPS Tps II
maka secara resmi sesuai instruksi dari KPU maka pukul 07 – 00 wita pemungutan/Pencoblosan
di TPS II Secara resmi di buka. Dengan
ini pula maka mulailah bekerja Ke 7 anggota KPPS, di mulai dengan pendaftaran
DPT para pemilih, dan masyarakat mulai berdatangan untuk menyuarakan suara atau
pilihannya. Dimulai jam 07 -00 dan di tutup tepat jam 13 – 00 wita. Inilah
hasil penghitungan suara tersebut No 1 memperoleh suara 34, no 2 memperoleh
suara terbanyak yakni 383 dan no 3 memperoleh suara tiga, adapun suara yang
tidak sah ( Batal ) sebanyak 7 suara. Inilah hasil dari pemungutan suara di TPS
II desa Kanreapia.
Perputaran
waktu akhirnya membuat saya mesti kembali ke Makassar, hari jum’at siang dengan
mengendarai kendaraan yang sama Honda Beat. Melaju dengan kecepatan 40 sampai 60,
akhirnya sampai juga di Makassar. Pengalaman dan kebersamaan keluarga harus di
simpang dalam hati, karena mau tidak mau harus jauh dari mereka, itu semua demi
cita – cita yang mulia yakni menimba ilmu pengetahuan di salah satu kampus
swasta di Makassar.
Inilah
cerita singkat mengenai perjalanan yang di beri label ‘’menghilang
tanpa jejak karena tidak ingin Golput’’.
Saran dan kritik yang membangun di nantikan penulis, sehingga kedepan setiap
perjalanan penulis mampu di tulis dan gaya penulisannya lebih terstruktur.
Sekian dan terima kasih.
keren!, kronologinya tertata baik, geneloginya cukup, juga dilengkapi dengan nilai. saya kira ini akan menjadi sejarah yang mantap dikemudian hari
BalasHapusMasih butuh belajar,
Hapussupaya lebih tertata lebih rapi, dan enak dibaca...
Makasih Abang...
Nilai yang memang harus dibangun adalah,
BalasHapusbagaimana kemampuan diri, menceritakan dan mengisahkan
perjalanan - perjalanan yang telah kita lalui.
sehingga siapapun yang membacanya bisa menilai
dan memberikan makna akan kisah kita...
Sangat menarik Kanda.
Kisah dan makna dua kata yang berbeda, tetapi ketika keduanya mampu menyatu, maka yakin dan percaya akan menghasilkan Cerita yang penuh nilai dan arti...
HapusPerjalanan yang menarik...
BalasHapuspilkada yang seharusnya diikuti oleh semua masyarakat sul-sel yang telah memenuhi syarat,
namun, terbukti masih banyak yang memilih “golput”,,,
termasuk diri saya sendiri, tetapi bukan berarti menganggap hal ini tidak penting, hanya saja ada hal-hal yang tidak bisa ditinggalkan, seperti kegiatan perkuliahan.
apalagi perjalanan ke daerah butuh waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan perjalanan penulis ke daerahnya menghadiri pilkada,,
apalagi penulis adalah ketua KPPS didaerahnya, maka itu adalah amanat yang harus dijalankan
Ini adalah salah satu pengakuan, dari sekian banyak warga sul - sel yang Golput, tetapi saya bangga atas pengakuan itu...
HapusMakasih Komennya...