Rabu, 30 September 2015

KRISIS PANGAN DI NEGARA AGRARIS



Semua manusia makan dari hasil pertanian, itu sebuah fakta. Meski teknologi industri berkembang begitu pesatnya, usaha pertanian masih menjadi hal pokok kegiatan manusia di muka bumi. Terlebih lagi di Indonesia, lebih dari setengah rakyatnya hidup dan bergantung pada sektor pertanian. Dengan demikian pertanian bukanlah sekadar suatu usaha ekonomi. Usaha pertanian adalah kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keberlanjutan budaya pertanian.

Negara Indonesia adalah Negara agraris yang dikenal sejak dahulu, terlihat dari separuh penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Namun pertanyaannya mengapa Negara yang dijuluki Negara agraris bisa krisis pangan…? Apakah Teknologi pangan kita belum sebaik negara-negara lain, seperti Thailand, Vietnam, Cina dan Jepang. Kita masih menanam dengan cara alamiah/tradisional, sementara negara-negara lain sudah menerapkan teknologi. Misalnya di Thailand tidak ada musim durian karena durian bisa dipanen sepanjang tahun. Ironisnya durian adalah tanaman asli Indonesia. Di Jepang panen beras bisa 4 kali dalam setahun padahal seperti kita ketahui bahwa Jepang adalah negara subtropis yang mataharinya tidak bersinar sepanjang tahun, tidak seperti di Indonesia yang mataharinya bersinar sepanjang tahun.
Ketahanan pangan tercipta ketika masyarakat bisa mendapatkan makanan yang aman, bergizi, dan harganya terjangkau, yang menjadi dasar hidup yang aktif dan sehat, melihat Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak, produksi pangan seringkali tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di tambah era perdagangan bebas, jika produk lokal tidak mampu bersaing maka bisa termakan oleh produk impor. Dengan kata lain adalah persaingan pasar, siapa yang kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah maka akan di terima oleh pasar. Hal lain yang menjasi penyebab terjadinya krisis pangan adalah berkurangnya lahan pertanian akibat terdesak oleh lahan industri dan perumahan, sehingga produksinya pun semakin berkurang.
Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami masa swasembada pangan, khususnya beras, pada dekade 1980-an. Bahkan saat itu, Organisasi Pangan Dunia, FAO memberikan penghargaan istimewa kepada pemerintah atas prestasi luar biasa ini, namun, bertahun-tahun sesudah itu prestasi swasembada beras nampaknya sulit terulang bahkan tidak jarang Indonesia harus mengimpor beras dari negara tetangga, misalnya Thailand dan Vietnam. Selama beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan pangan menjadi masalah penting di Indonesia.
Tantangan untuk mencapai ketahanan pangan seperti 1. Degradasi lahan, Pertanian intensif mendorong terjadinya penurunan kesuburan tanah dan penurunan hasil. Sehingga perlu pengembangan penggunaan pupuk organic yang berkelanjutan. 2. Hama dan penyakit, adalah factor yang dapat mengurangi hasil produksi karena produktifitasnya menurun. 3. Kekeringan di musim kemarau mengakibatkan kelangkaan air sehingga  banyak lahan yang tidak bisa di olah oleh petani.
Krisis pangan di Negara agraris itu sebaiknya tidak terjadi, olehnya itu pemerintah menargetkan swasembada pangan yang dijadikan fokus pemerintahan Jokowi Jk. Melalui Kementerian Pertanian melakukan akselerasi dengan cara perbaikan irigasi, distribusi bibit dan pupuk, juga bantuan pengadaan alsinta (alat & sistem pertanian). Seperti yang termaktub dalam peraturan menteri pertanian No. 3 Tahun 2015 tentang Pedoman Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai. Biasa disebut Upsus Pajale.
2017 adalah target capaian pemerintah dalam wujud Indonesia bisa swasembada pangan, dengan komuditi andalan seperti 1. Padi, untuk memenuhi kebutuhan pangan. 2. Jagung untuk memperkaya pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan. 3. Kedelai, memenuhi kebutuhan pengrajin tempe, tahu dll. 4. Gula, memenuhi kebutuhan nasional. 5. Daging, memenuhi kebutuhan defisit daging dan konsumsi nasional, dengan jumlah anggaran kementan 2014-2019 sebanyak 72,46 triliun.
Terciptanya petani yang handal, peningkatan pola pikir petani dan menciptakan budaya berkelompok juga merupakan salah satu cara agar Negara tidak kekurangan pangan di Negara yang agraris,  Sebab bentuk solidaritas dari para anggota kelompok tani akan membentuk satu kesatuan yang saling mendukung dan terletak dalam satu kawasan usaha tani yang menyatu dan merupakan wadah kerjasama antar kelompok tani untuk menggalang kepentingan bersama dalam kehidupan koperatif. Untuk menunjang pembangunan pertanian yang berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Pengembangan dan pemberdayaan SDM petani melalui penyedia jasa pendidikan pelatihan/magang dan teknologi yang dilakukan dengan pendekatan partisipati adalah Upaya mewujudkan petani yang modern, mandiri dan mempunyai daya saing yang tinggi menuju swasembada pangan nasional dan pertanian yang tangguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

'' TERIMA KASIH ATAS KOMENTAR ANDA''

''Tassilalo Ta'rapiki T'awwa, Sipakainga Lino Lattu Akhira''